Halaman

Rabu, 30 Maret 2011

Muzakki dan Mustahiq Zakat


BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah
Banyak keterangan, baik dari Al-Qur'an ataupun hadits yang menjelaskan bahwa zakat merupakan kewajiban kedua di dalam Islam, sesudah sholat. Al-Qur'an meletakkan beriringan dengan sholat dalam berpuluh ayat. Lebih jauh zakat juga mempunyai kedudukan dan fungsi yang begitu besar. Zakat adalah sarana paling efektif untuk memberantas kemiskinan dan kelaparan. Bukan hanya itu, harta zakat yang dikelola dengan baik akan mampu untuk mengembalikan kejayaan Islam.
 Inti masalahnya di sini, bukan lagi pada kedudukan dan fungsi zakat, tetapi akan lebih kita spesifikasikan lagi. Zakat adalah tentang memberi dan menerima, tentang siapa si pemberi dan siapa si penerima. Selanjutnya akan kita bahas.

2.      Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka timbullah masalah-maslah berikut:
a.       Siapakah muzakki dan apa saja syarat muzakki ?
b.      Siapakan mustahiq zakat ?

3.      Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan sedikit ilmu tentang zakat berupa:
a.       Mengetahui siapa muzakki dan syaratnya
b.      Mengetahui siapa mustahiq zakat


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Muzakki
Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang Muslim yang bekewajiban menunaikan zakat.[1] Dari pengertian di atas jelaslah bahwa zakat tidak hanya diwajibkan kepada perorangan saja.
Seluruh ahli fiqih sepakat bahwa setiap Muslim, merdeka, baligh dan berakal wajib menunaikan zakat. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang orang yang belum baligh dan gila.
Menurut madhab imamiyah, harta orang gila, anak-anak dan budak tidak wajib dizakati dan baru wajib di zakati ketika pemiliknya sudah baligh, berakal dan merdeka. Ini berdasarkan sabda rasulallah SAW.
رفع القلم عن ثلاث: عن الصبي حتى يبلغ, و عن النائم حتى ينتبه وعن المجنون حتى يفيق
“Tiga orang terbebas dari ketentuan hukum; kanak-kanak hingga dia baligh, orang tidur hingga ia bangun dan orang gila hingga dia sembuh”.
Pendapat sama dikemukakan madhab Hanafi, kecuali dalam zakat hasil tanaman dan buah-buahan, karena menurut mereka dalam hal ini tidak diperlukan syarat berakal dan baligh.
Manurut madhab Maliki, Hambali, Syafi’i, berakal dan baligh tidak menjadi syarat bagi diwajibkannya zakat. Oleh sebab itu, harta orang gila dan anak-anak wajib di zakati oleh walinya.
Bagi mereka yang memahami zakat seperti ibadah yang lain, yakni seperti sholat, puasa dan lain-lain, tidak mewajibkan anak-anak yang belum baligh dan orang gila menunaikan zakat. Adapun mereka yang menganggap zakat sebagai hak orang-orang fakir atas harta orang-orang kaya, mewajibkan anak-anak yang belum baligh dan orang gila menunaikan zakat.
Manurut madhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali Islam merupakan syarat atas kewajiban menunaikan zakat. Dengan demikian, zakat tidak diwajibkan atas non-Muslim. Sementara, menurut madhab yang lain, orang kafir juga diwajibkan menunaikan zakat.
Mereka tidak mewajibkan zakat atas non-Muslim mendasarkan pendapatnya kepada ucapan Abu Bakar bahwa zakat adalah sebuah kewajiban dari Rasulallah SAW kepada kaum Muslimin. Sementara, orang kafir baik pada masa kekafirannya atau sesudahnya, tidak diwajibkan menunaikan zakat sebagaimana mereka tidak dikenai pula kewajiban sholat.
Adapun mereka yang mewajibkan zakat atas non-Muslim mendasarkan pendapatnya pada dalil bahwa orang-orang kafir juga terbebani melakukan berbagai perkara yang bersifat furu’.[2]

2.      Mustahiq Zakat
Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.[3] Orang-orang yang berhak menerima zakat itu ada delapan golongan, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur'an:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Artinya:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.[4]

Ayat tersebut menjelaskan bahwa penyaluran zakat itu hanya diserahkan kepada delapan golongan, yaitu:[5]
1.      Fakir
2.      Miskin
3.      Amil
4.      Mu’allaf
5.      Riqab
6.      Ghorim
7.      Sabilillah
8.      ibnu sabil
penjelasan menurut pendapat imam madhab:[6]
1.      Madhab Hanafi
Fakir       :  Orang yang mempunyai harta kurang dari satu nisab, atau mempunyai satu nisab atau lebih, tetapi habis untuk keperluannya.
Miskin     :  orang yang tidak mempunyai seseuatu pun.
Muallaf   : mereka tidak diberi zakat lagi sejak masa khalifah pertama
Riqab      :  budak yang teleh dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya dengan uang atau harta lain.
Amil        :  orang yang diangkat untuk mengambil dan mengurus zakat
Ghorim   :  orang yang mempunyai hutang, sedangkan jumlah hartanya di luar hutang tidak cukup satu nisab, dia diberi zakat untuk membayar hutangnya.
Sabilillah :  balatentara yang berperang pada jalan Allah.
Ibn sabil  :  orang yang dalam perjalanan, kehabisan perbekalan. Orang ini diberi sekedar keperluannya.
2.      Madhab Maliki
Fakir       :  orang yang mempunyai harta, sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk keperluannya dalam masa satu tahun. Orang yang mencukupi dari penghasilan tertentu tidak diberi zakat. Orang yang punya penghasilan tidak mencukupi, diberi sekedar untuk mencukupi.
Miskin     :  orang yang tidak mempunyai sesuatupun.
Amil        :  pengurus zakat, pencatat, pembagi, penasehat dan sebagainya yang bekerja untuk kepentingan zakat. Syarat menjadi amil adalah adil dan mengetahui segala hukum yang bersangkutan dengan zakat.
Mu’allaf  :  sebagian mengatakan bahwa orang kafir yang ada harapan untuk masuk Islam. Sebagian yang lain mengatakan bahwa orang yang baru memeluk Agama Islam.
Riqab      :  budak Muslim yang dibeli dengan uang zakat dan dimerdekakan
Ghorim   :  orang yang berhutang, sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk membayar hutangnya, hutangnya dibayar dari zakat kalau dia berhutang bukan untuk sesuatu yang fasad (jahat)
Sabilillah :  balatentara dan mata-mata juga harus untuk membeli senjata, kuda atau untuk keperluan peperangan yang lain pada jalan Allah.
Ibn sabil  :  orang yang di dalam perjalanan, sedangkan ia memerlukan biaya untuk ongkos pulang ke negerinya dengan syarat keadaan perjalanannya bukan maksiat.
3.      Madhab Hambali
Fakir       :  orang yang tidak mempunyai harta atau mempunyai harta kurang dari seperdua keperluannya.
Miskin     :  orang yang mempunyai harta seperdua keperluannya atau lebih, tetapi tidak mencukupi.
Amil        :  pengurus zakat, dia diberi sekedar upah pekerjaannya
Mu’allaf  :  orang yang mempunyai pengaruh disekelilingnya, sedangkan ia ada harapan masuk Islam, di takuti kejahatannya, orang Islam yang ada harapan imannya akan bertambah teguh atau ada harapan orang akan masuk Islam karena pengaruhnya.
Riqab      :  budak yang telah dijanjikan oleh tuannya boleh menebus dirinya dengan uang yang telah di tentukan oleh tuannya itu, ia diberi zakat sekedar penebus dirinya.
Ghorim   : ada 2 macam
a.       Orang yang berhutang untuk mendamaikan orang yang berselisih
b.      orang yang berhutang untuk dirinya sendiri pada pekerjaan yang mubah atau haram, tetai dia sudah taubat, maka ia diberi zakat sekeda hutangnnya.
Sabilillah :  balatentara yang tidak mendapatkan gaji dari pimpnan (pemerintah)
Ibn sabil  :  orang yang kehabisan bakal dalam perjalanan yang halal (yang diperbolehkan) musafir diberi sekedar cukup untuk ongkos pulangnya.
4.      Madhab Syafi’i
Fakir       :  orang yang tidak mempunyai harta dan usaha, atau mempunyai harta atau usaha yang kurang dari seperdua keperluannya dan tidak ada orang yang berkewajiban memberi belanjanya.
Miskin     :  orang yang mempunyai harta atau usaha sebanyak seperdua kecukupannya atau lebih tetapi tidak sampai mencukupi yang dimaksud dengan kecukupan ialah cukup menurut umur biasa 62 tahun. Maka yang mencukupi dalam masa tersebut dinamakan ”kaya”, tidak diberi zakat. Ini dinamakan kaya dengan harta. Adapun kaya dengan usaha, seperti orang yang mempunyai penghasilan yang tertentu tiap-tiap hari atau tiap bulan, maka kecukupannya dihitung setiap hari atau setiap bulan. Apabila pada suatu hari penghasilannya tidak mencukupi, hari itu dia boleh menerima zakat. Adanya rumah yang didiami, perkakas rumah tangga, pakaian dan lain-lain yang diperlukan setiap hari tidak terhitung sebagai kekayaan, berarti tidak menghalanginya dari keadaan yang tergolong fakir atau miskin.
Amil        :  semua orang yang bekerja mengurus zakat, sedangkan dia tidak mendapat upah selain dari zakat itu.
Mu’allaf  :  ada 4 macam:
a.       orang yang baru masuk Islam, sedangkan imannya belum teguh
b.       orang Islam yang berpengaruh dalam kaumnya dan kita berpengharap kalau dia diberi zakat, maka orang lain dari kaumnya akan masuk Islam
c.       orang Islam yang berpengaruh terhadap kafir, kalau dia di beri zakat, kita akan terpelihara dari kejahatan kafir yang di bawah pengaruhnya
d.      orang yang menolak kejahatan orang yang anti zakat
riqab       :  budak yang dijanjikan oleh tuannya bahwa ia boleh menebus dirinya. Budak itu diberi zakat untuk penebus dirinya.
Ghorim   :  ada 3 macam:
a.       orang yang berhutang karena mendamaikan dua orang yang sedang berselisih
b.      orang yang berhutang untuk kepentingan dirinya sendiri pada keperluan yang mubah; atau yang tidak mubah tetapi dia sudah taubat.
c.       orang yang berhutang karena menjamin hutang orang lain, sedangkan dia dan orang yang dijaminnya itu tidak dapat membayar hutang.
Yang dua (b dan c) diberi zakat kalau tidak mampu membayar hutangnya, tetapi yang pertama (a) diberi sekalipun dia kaya.
Sabilillah :  balatentara yang membantu dengan kehendaknya, sedangkan dia tidak mendapat gaji yang tertentu dan tidak pula mendapat bagian dari harta yang disediakan untuk keperluan peperangan dalam kesatuan balatentara. Orang ini diberi zakat meskipun dia kaya sebanyak keperluannya untuk masuk ke medan peperangan, seperti biaya hidupnya, membeli senjata, kuda dan alat perang lainnya.
Ibn sabil  :  orang yang mengadakan perjalanan dari negeri zakat atau melalui negeri zakat. Dalam perjalanan itu dia diberikan zakat untuk sekedar ongkos sampai pada yang dimaksud atau sampai hartanya dengan syarat bahwa ia memang membutuhkan bantuan. Perjalanannya itu pun bukan maksiat (terlarang), tetapi tujuan yang sah, misalnya karena berniaga dan sebagainya.
Meskipun para imam berbeda kriteria tetang delapan golongan di atas. Namun, subtansial isinya sama. delapan golongan inilah yang berhak menerima zakat. Walaupun dalam studi Islam kotemporer saat ini sudah mengalami banyak perkembangan.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
a.       Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang Muslim yang bekewajiban menunaikan zakat. Syarat wajib orang yang menunaikan zakat adalah Islam, merdeka, baligh dan berakal.
b.      Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat. Orang-orang yang berhak menerima zakat. Mereka adalah fakir, miskin, amil, mu’allaf, riqab, ghorim, sabilillah dan Ibn Sabil.


DAFTAR PUSTAKA


Abidin, Slamet, Moh Suyono, 1991, Fiqih Ibadah, Bandung: CV Pustaka Setia.

Jannati,Muhammad Ibrahim, 2007, Fiqih Perbandingan Lima Mazhab 2, cet 1, Jakarta: Cahaya.

Rasjid, H. Sulaiman, 1994, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Undang-undang No. 38 tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.



[1] UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.
[2] Muhammad Ibrahim Jannati, Fiqih Perbandingan Lima Mazhab 2, Jakarta: Cahaya, 2007, h. 65
[3] UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.
[4] Q.S At-Taubah: 60
[5] Slamet Abidin, Moh Suyono, Fiqih Ibadah, Bandung: CV Pustaka Setia. 1991, h.211
[6] H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, H. 225

3 komentar:

  1. masih adakah sekarang yang namanya amil? sedangkan amil itu dibentuk oleh pemerintah (al-Imam) ato kalo di Indonesia disebut presiden, dan badan2 amil di Indonesia dbentuk oleh sekelompok masyarakat.

    BalasHapus